Kesenian dan kebudayaan dapat menjadi salah satu sektor untuk meningkatkan perekonomian. Sebagai contoh di Singapura, industri yang berbasis kegiatan seni budaya memperlihatkan angka pendapatan yang lebih tinggi dibanding industri perbankan dan industri petrokimia. Demikian dipaparkan oleh Muhammad Takari dan Fadlin dalam artikel mereka Budaya Songket di Sumatera Utara: Fungsi Sosial, Organisasi dan ekonomi.
Pemberian subsidi baik langsung maupun tak langsung menjadi pola dasar dukungan pemerintah terhadap seni budaya di beberapa negara. Di Amerika Serikat (AS), anggaran pemerintah untuk kesenian sangat minim. Kompensasinya, Pemerintah memberi dukungan yang besar lewat insentif pajak untuk mendorong sektor swasta berperan aktif dalam mendanai kesenian. Pemerintah Singapura memberi subsidi yang besar untuk aktivitas seni budaya. Sementara itu di Jerman, kebijakan pemerintahnya memberi kewenangan dan tanggung jawab kepada tiap-tiap pemerintah daerah atau kota dalam aktivitas seni dan budaya termasuk anggaran untuk kegiatan tersebut. Sehingga setiap daerah berkompetisi secara sehat. Jerman merupakan contoh sukses dalam hal kebijakan otonomi daerah di bidang seni budaya.
Dalam dunia kesenian, sumber daya manusia merupakan satu-satunya aset. Pemerintah Singapura, Malaysia dan Indonesia, memiliki rumus khusus untuk mencapai visinya menjadi negara pusat budaya yaitu:
A+B+T = CC
Art+Business+Technology = (Creative+Connected)
Lebih jauh dijelaskan, sumber daya manusia di bidang teknologi (technological creativity), ekonomi (economic creativity), dan seni budaya (cultural creativity) saling berkait dan pegang peran kunci dalam perwujudan perekonomian berdasarkan kreativitas. Di Singapura, penguatan kelompok kreatif dilakukan melalui sistem pendidikan seni di sekolah-sekolah. Sehingga sumber daya manusianya mampu berfikir dan bertindak kreatif. Upaya penguatan di sektor seni budaya melalui kelompok kreatif (seni budaya, desain dan media) merupakan investasi pemerintah agar lebih berdaya saing secara global dan mengangkat Singapura sebagai pusat budaya di Asia.
Biasanya departeman atau lembaga di bidang seni budayan merupakan kepanjangan tangan pemerintah sering menciptakan polarisasi. Pihak yang punya koneksi dan dekat dengan pemerintah cenderung akan lebih mudah mendapatkan fasilitas dan pendanaan dari pemerintah. Sementara yang lain kurang atau malah terpinggirkan. Untuk memperkecil polarisasi ini, pemerintah Amerika Serikat punya contoh yang baik. Peran pemerintah yang minim diimbangi dengan keberadaan begitu banya lembaga nirlaba ata yayasan untuk seni yang independen. Ditambah lagi ada insentif pajak yang mendorong keterlibatan masyarakat dan sektor swasta dalam mendorong peningkatan kualitas dan peningkatan ekonomi.
Beberapa studi tentang kontribusi kegiatan seni budaya terhadap perekonomian suatu daerah menunjukkan hubungan yang positif. Hal ini memberi keyakinan pada piha-pihak yang berkepentingan akan peran penting sektor seni budaya yang tidak hanya menghadirkan keindahan, edukasi, tetapi juga pertumbuhan ekonomi. Terutama dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan industri kreatif. Tidak itu saja, kegiatan ini dapat menumbuhkan penciptaan karya dan penemuan tehnologi kreatif pada masyarakat sekitar.
Di Indonesia, tidak adanya insentif khusus misalnya berupa keringanan pajak bagi perusahaan ataupun perorangan yang menyumbangkan sejumlah dana bagi organisasi-organisasi kesenian, mengakibatkan rendahnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan kesenian. Yang lazim adalah praktik kesponsoran untuk kesenian. Dalam hal ini perusahaan menyumbangkan sejumlah dana sebagai bagian dari strategi pemasaran produk. Dengan kata lain, sumbangan yang diberikan bukan sumbangan dana yang sifatnya filantropis yang tanpa pamrih.
selain itu, keterlibatan dunia usaha untuk sektor seni budaya masih terbatas pada kegiatan yang sifatnya insidental, sesaat, tidak terprogram dengan jelas dan berkelanjutan. Hasil penelitian PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Program) menyebutkan 80 % kegiatan sosial perusahaan di Indonesia bersifat insidental dan sarat muatan promosi. Bahkan, ada kasus komersialisasi kegiatan sosial. Seringkali dalam suatu even seni budaya, dana yang dberikan oleh pihak perusahaan untuk promosi jauh lebih besar dibanding jumlah bantuan dana yang diberikan untuk even tersebut.
Kebanyakan sumbangan dana sponsor untuk kesenian di Indonesia cenderung bersifat jangka pendek, bukan sebagai peluang kemitraan yang berkelanjutan (berjangka panjang) demi mencapai kepentingan bersama. Salah satu perbedaan yang jelas terasa adalah penjualan tiket kegiatan kesenian atau pertunjukan. Di luar negeri, tiket tidak dikenai pajak. Di Indonesia, khususnya Jakarta (kecuali di Gedung Kesenian Jakarta dan Graha Bhakti Budaya;Taman Ismail Marzuki), penjualan tiket dikenai pajak tontonan.
Sebagai perbandingan, sebuah koalisi organisasi nirlaba seni di kota New York, Alliance for the Arts, menerbitkan laporan tentang studi penonton di tempat-tempat kegiatan seni budaya yang diadakan pada tahun 2004. Dari 480 organisasi seni nirlaba yang dilibatkan dalam studi itu, 138 yang merespons atau mewakili galeri, museum, gedung pertunjukan, tempat pertunjukan alternatif, kelompok seni pertunjukan tradisi maupun seni kontemporer, sekolah tinggi seni, dan penyelenggara festival seni. Dalam studi tersebut ditemukan bahawa jumlah penonton acara seni budaya di kota New York mencapai 26 juta orang, yang bererti dua kali lebih banyak daripada penonton teater Broadway ataupun pertandingan olahraga.
Studi tersebut merupakan argumen yang sangat kuat untuk meyakinkan pemerintah dan swasta akan peran penting kesenian dalam kehidupan
masyarakat suatu daerah. Juga memberi gambaran betapa besar dukungan masyarakat untuk kesenian dengan cara sangat sederhana, yaitu hanya datang sebagai penonton. Kegiatan-kegiatan seni budaya yang menarik minat banyak penonton mencerminkan keberhasilan komunitas seni budaya memberi nilai tambah di bidang ekonomi, pendidikan dan pariwisata.
Dengan semboyan 'Keberagaman Dalam Kesatuan', pemerintah Jerman mengandalkan otonomi daerah dalam mendukung kegiatan seni budaya.
Keberagaman bererti tidak ada satu lembaga pusat yang mengkoordinasikan kegiatan seni budaya. Hal ini justru mendorong kompetisi sehat antar daerah. Tiap daerah atau kota berlomba dalam aspek kreatif, artistik dan pendanaannya. Kesatuan berarti adanya sebuah jejaring (networking) kemitraan dan saling berbagi informasi antara kota, daerah, dan pemerintah Jerman untuk saling memperkuat program seni budaya masing-masing. Keberhasilan program seni budaya di tiap daerah atau kota bergantung kepada komitmen dan kreativitas masing-masing departemen kebudayaan tiap pemerintah daerah maupun peran aktif masyarakatnya. Sebagai contoh adalah kota kecil di Jerman, Bayreuth, dengan jumlah penduduknya sangat sedikit. Tiap tahun kota tersebut menarik ribuan pengunjung dari dalam dan luar negeri lewat festival musik Wagner. Contoh lain adalah festival film di Berlin yang mendatangkan pemasukan luar biasa bagi perekonomian kota Berlin karena selalu dipenuhi pengunjung dan selebriti internasional. Di Jerman, seni musik tradisi bisa mendapatkan mendapat subsidi sebesar 80 persen dari pemerintah. Bandingkan dengan Pemerintah Amerika Serikat yang hanya memberi subsidi 5 persen untuk segelintir kelompok seni tradisi.
_____________________________
Foto: Tari Ulek Mayang/Alf Ouan
0 Komentar