Alkisah pada zaman dahulu, ada sebuah negeri bernama Pagaruyung. Konon, di negeri itu, setiap buah pertama yang masak, menjadi hak raja untuk memakannya terlebih dahulu. Setelah itu barulah orang lain boleh memakannaya. Barang siapa yang melanggar, akan mendapat hukuman dari raja.
Pada suatu hari, Raja pergi berburu ke hutan bersama perdana mentri bernama Mogat Siamo. Waktu itu ada buah nangka yang masak, buah pertama dan baru dipetik dari pohonnya. Karena raja hendak pergi berburu, dititipkanlah buah itu kepada istri Mogat Siamo yang sedang hamil. Buah nangka itu ranum dan aromanya begitu menggoda sehingga mengundang selera. Istri Mogat Siamo tak dapat menahan keinginannya untuk mencicipi buah nangka itu barang senabu (ruas pada bagian dalam buah nangka yang berisi beberapa buah). Diambilnya pisau, diirisnya buah nangka yang masak di pohon itu dengan sangat hati-hati. Setelah diirisnya barang seruas, dimakanlah buah nangka itu.
Ketika pulang dari berburu, raja mendapati buah nangkanya sudah tak utuh lagi. Ada sebagian kecil yang telah disayat dan ditutupi lagi dengan kuklitnya. Melihat itu raja merasa gusar dan amarahnya meluap. Ini sama saja mengambil milik raja tanpa restu juga memberi makanan sisa untuk raja.
"Siapa yang memakan buah nangka beta?" bentak raja dengan penuh amarah.
Melihat kemarahan raja, istri Mogat Siamo yang sedang mengandung itu terkejut dan merasa sangat ketakutan. Ia pun berlutut mengaturkan sembah.
"Ampunkan hamba tuanku. Hamba telah bersalah. Hambalah yang memakan buah nangka milik tuanku. Janin dalam perut hamba begitu menginginkannya sehingga hamba terpaksa memakannya." Kata istri Mogat Siamo memohon sambil bersujud.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Raja tak mau mendengar apa pun alasan istri Mogat Siamo, amarahnya meluap-luap. Bahkan raja sampai hati menjatuhkan hukuman yang kejam.
"Pancung dan belah perutnya!" Perintah raja kepada pengawal.
Mogat Siamo dan semua orang yang hadir disitu sangat terkejut mendengar hukuman yang tak punya belas kasih itu. Mereka memohon-mohon dan berlutut agar raja sudi memberi ampun atas kesalahan istri Mogat Siamo. Tapi raja tak bergeming. Ia tetap pada keputusannya.
Hukuman pun akhirnya dilaksanakan. Setelah lehernya terpisah dari bandan, perut istri Mogat Siamo pun kemudian dibelah. Terlihat pamandangan yang sangat mengenaskan. Semua orang terkejut bagai disambar petir. Sesosok jabang bayi dalam perut istri Mogat Siamo sedang menghisap buah nangka. Pemandangan itu membuat hati Mogat Siamo semakin remuk. Api amarah memercik dan berkobar-kobar dalam di dalam dada. Perasaan dendam yang begitu besar kini bersemayam dalam dada Mogat Siamo.
Setelah istrinya dimakamkan, Mogat Siamo melakukan pembicaraan rahasia dengan adiknya.
"Bagaimana caranya aku bisa menikam raja? Ia tak bisa dibunuh karena kebal segala macam senjata? Aku ingin membalas dendam atas kematian istriku." Kata Mogat Siamo kepada adiknya.
Cukup lama adiknya berfikir, kemudian ia menemukan jalan keluar. "Raja memang kebal dengan segala macam senjata. Tapi setiap kekebalan pasti ada kelemahannya." Kata adiknya menenangkan abangnya.
"Apa kelemahan raja?" Tanya Mogat Siamo dengan antusias.
"Kalau raja masih menginjak bumi, maka ia akan kebal dengan segala macam senjata. Tapi bila tak menginjak bumi, maka kekebalannya akan hilang." Kata adiknya menjelaskan.
Pada masa itu ada tradisi bagi raja untuk mandi di sungai ketika mamasuki bulan Suro (Moharram). Raja akan dijulang (di bawa dengan tandu) dari istana menuju tempat pemandian.
"Sebentar lagi akan masuk bulan Suro," Kata sang adik menjelaskan. "Nanti, ketika raja sedang dijulang dibawa ke tempat pemandian. Saat itulah raja tak menginjak atau menyentuh bumi. Dan itulah saat yang tepat untuk menikam raja, untuk membalasan dendam kakanda."
Mogat Siamo mengangguk-anggukkan kepalanya, menerima sepenuhnya usul adiknya.
"Saya menjadi salah seorang yang bertugas menjulang raja pada bulan Suro nanti. Kalau nanti sudah ada isyarat, kanda bisa melaksanakan niat kanda." Jelas adik Mogat Siamo.
Rencana sudah disusun dengan matang, siasat sudah dibuat dan tekad pun sudah bulat. Bulan Suro menjelang dan waktu yang ditunggu-tunggu pun datang. Tampak raja mulai dijulang dan diarak dari istana menuju sungai ke tempat pemandian. Mogat Siamo segera mendekat. Ia menggenggam hulu kerisnya dengan kuat, sebagai tanda tekadnya sudah bulat dan tak akan mundur barang selangkah. Pembalasan dendam harus dilaksanakan.
Raja dan rombongan hampir sampai di tempat pemandaian. Adik Mogat Siamo yang sedang menjulang raja memberi isyarat kepada abangnya bahwa inilah saat yang tepat untuk menikam raja. Melihat isyarat itu, Mogat Siamo bergerak secepat kilat menghambur ke tandu tempat raja sedang dijulang. Tanpa sesiapapun yang menyadari, tangannya sudah menghunus keris dan menikamkannya bertubi-tubi ke jantung raja yang berada di dalam tandu. Raja bersimbah darah dan akhirnya tewas saat sedang dijulang.
Mengetahui rajanya tewas, para pengawal dengan cepat bertindak dan menangkap sang pembunuh yang tak lain adalah perdana mentri dang raja. Mogat Siamo digiring ke istana untuk diadili oleh hakim dan orang-orang besar istana. Namun ini adalah kasus besar dan merupakan kejadian luar biasa. Pihak kerajaan tidak sanggup mengadili dan menjatuhkan hukuman. Akhirnya kasus ini dibawa kehadapan raja Siak. Oleh raja siak diputuskan bahwa Mogat Siamo harus dibuang sebagai hukuman.
Setelah waktu yang ditentukan, berlayarlah Mogat Siamo, bekas perdana mentri yang terbuang itu menjalani hukuman. Kelima anaknya, Aman Sampurno, Umo, Nayan, Ubay dan Jilay, ikut dalam rombongan. Sebelum berangkat Raja Siak memberi petunjuk agar mereka berlabuh di Tanjung Tiram. Setelah berlabuh, mereka diperintahkan menemui Datuk Bogak untuk menunjukkan dimana hutan bertali dan banyak ditumbuhi pohon perupuk.
Setelah kapal berlabuh, sesusai perintah, Mogat Siamo langsung menemui Datuk Bogak, meminta petunjuk dimana hutan rimba bertali yang dimaksudkan raja Siak. Datuk Bogak pun menunjukkan tempat yang dimaksud.
Konon, tempat pembuangan Mogat Siamo merupakan hutan rimba yang sangat lebat dan angker. Konon, siapa saja yang masuk ke dalam hutan itu akan hilang tak berbekas. Pohon-pohonnya sangat besar dan sulit ditebang. Kalau pun bisa ditebang, siang hari ditumbang, malamnya akan tumbuh lagi seperti sediakala seolah pohon tersebut tak pernah ditebang. Sebuah wilayah yang tak mungkin bahkan sangat berbahaya untuk dihuni. Seolah, hukuman buang terhadap Mogat Siamo dan keluarga tak ubahnya sebagai bentuk hukuman mati yang dilakukan dengan cara yang sangat perlahan (bersambung)
Selanjutnya: Hikayat Mogat Siamo: Asal Mula Kampung Perupuk (Bagian 2)
Catatan Penulis:
1. Foto: Ilustrasi, Insert: Foto Pak Kuini (Shohibul Hikayat)
2. Hikayat ini merupakan adaptasi berdasarkan hasil wawancara dan bincang-bincang dengan Bapak Kuini (74 tahun) di kediaman beliau di desa Perupuk, Kecamatan Lima Puluh Pesisir Kabupaten Batubara pada hari Kamis, 5 Desember 2024.
3. Hutan bertali menggambarkan akar-akar dari pohon-pohon tua yang menjulur dan menjalar seperti tali yang melilit ranting dan dahan pohon di sekitarnya.
4. Pelafalan 'Mogat Siamo' berdasarkan pendengaran penulis dari apa yang dikatakan narasumber. Terdapat juga pelafalan yang berbeda dari beberapa orang yang pernah penulis dengar. Semuanya merujuk pada tokoh yang sama, antara lain: 'Mogat Silamo', Mogat Saomo dan Mogek Siomo'.
5 Ada dugaan bahwa tokoh Mogat Siamo dan Megat Sri Rama, adalah orang yang sama. Dugaan ini didasarkan dari Kesamaan nama dan jalan cerita. Megat dalam lidah orang Melayu Batubara berubah menjadi 'Mogek', ataupun 'Mogat'. Begitu juga kata 'Sri Rama' berubah pelafalannya menjadi 'Siamo', 'Silamo', ataupun 'Saomo'. Kesamaan kisah antara tokoh Mogat Saomo dan Megat Sri Rama terjadi pada bagian 'tragedi buah nangka'. Yaitu tentang istri Megat Sri Rama (Johor) maupun Mogat Siomo (Perupuk) yang memakan buah nangka milik raja, hukuman pancung dan membelah perut, hingga pembalasan dendam oleh kedua tokoh itu terhadap raja yang dilakukan dengan cara yang kurang lebih sama. Kisah pembunuhan Sultan Mahmud Marhum di Julang oleh Megat Sri Rama sangat dikenal di dunia Melayu. Namun penyemaan kedua tokoh ini baru sebatas dugaan atau kemungkinan berdasarkan kesamaan nama dan kisah. Perlu identifikasi atau penilitian lebih lanjut tentang hal itu.
0 Komentar